MEMASUKI perkampungan industri kecil yang terletak di Jalan Raya Penggilingan, Jakarta Timur, suasananya nyaris tidak berubah sejak beberapa tahun lalu. Hanya ada beberapa calon pembeli saja yang menawar harga. Suasana ini jauh berbeda dengan ramainya pusat perbelanjaan dan mal yang menjamur di Jakarta.

“Ya, begini ini sejak saya ke sini tahun 1983. Padahal, setiap ada tamu negara, selalu dibawa kemari. PIK (perkampungan industri kecil) selalu dipromosikan, namun komentar pengunjung biasanya sama, kok kumuh ya. Saya rasa memang mental orangnya. Coba kalau ada 10 saja orang Tionghoa pasti maju pesat,” kata Lela, pemilik kios Nusa Indah yang memproduksi baju batik.

Dia sendiri sampai saat ini masih bertahan karena sudah mempunyai pelanggan. Dengan jumlah karyawan lebih dari 10 orang, dia bisa memproduksi beragam baju dengan harga miring namun berkualitas. “Untuk umur PIK yang sudah 20 tahun lebih, seharusnya jauh lebih berkembang,” kata Lela yang mengaku membeli kios seharga Rp 56 juta beberapa tahun lalu.

Kepala Subdinas Perindustrian dan Perdagangan Jakarta Timur Nurhaida Mukery mengatakan, salah satu kendala dalam mengembangkan sektor industri adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia. “Akibatnya, produk hasil industri yang dilempar ke pasaran kurang bersaing,” katanya.

Padahal, kualitas industri di PIK yang seluruhnya handmade itu tidak kalah dengan produk yang dijual di pusat perbelanjaan. Pihaknya saat ini sedang mengembangkan sistem kendali mutu dengan mencari kesalahan seminim mungkin.

Efyar Jalinus, perajin dan pemasok sepatu di PIK, mengatakan, banyak produk di PIK kurang dihargai karena memang kurang dipromosikan.

“Padahal, di sini ini unik. Semuanya home industry. Banyak yang pesan di sini untuk dijual lagi ke mal. Model dan jenis bahannya dipilih sendiri oleh pemesan, nanti kita yang mengerjakan,” ujar Jalinus.

Berdasarkan data Dinas Perindag DKI Jakarta, ada 852 kios di areal seluas 44 hektar itu. Unit-unit itu terdiri atas 18 barak kerja dengan pengusaha 429 orang. Jenis-jenis usaha yang digarap di PIK meliputi konfeksi (275 pengusaha), logam (60), kulit (46), aneka komoditas (44), dan mebel (22).

Staf ahli Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah DKI Jakarta, Endro Praponco, mengatakan, semua kios di PIK saat ini menjadi milik pengusaha dengan sertifikat hak guna bangunan. Apa boleh buat, PIK tetap tak berkembang. (IVV) [sumber dari http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0404/24/metro/987677.htm]